Kamis, 17 Agustus 2017

Masih Lebaran




Jadi ceritanya, pingin banget share foto - foto dan cerita jalan-jalan di Jakarta waktu Lebaran. Cuma sempet kepending lama, jadi mungkin kalau kalian ada yang baca cerita mie crueg *cerita sebelum ini* itu kaya gak berfaedaf isinya hahahaha Karena harusnya nyambung ke sini, dan ada ceritanya.
Tapi karena kepending lama dan feelnya udah beda, ya udalah ya sekedar share foto dan cerita dikit aja daripada mubazir ðŸ˜œ

Intinya waktu itu aku mau cerita, kalau Jakarta di Lebaran itu ternyata menampilkan wajah yang beda daripada hari-hari biasanya. Jakarta di Lebaran itu, kasih hawa yang segar buat dinikmati, langit dan awan muncul dengan cantiknya karena gak lagi ketutup polusi! Paling penting lagi, jalanan jauh lebih sepi dari biasanya, kemana-mana lebih jadi cepat. Dan inilah hasil cepretan foto-foto yang berhasil kita abadikan, foto-foto ini diambil bersama dengan kawan saya yang juga suka foto, namanya Bang Carl. Kita kasih nama hari itu Dipelukan Ibu Kota, ketika Anak Rantau Tak Ingin Pulkam ☺
  



Kami naik trasnportasi busway untuk menikmati Jakarta waktu itu, percayalah di hari biasa halte busway lebih penuh dari ini! Kenapa milih Busway? supaya bisa duduk santai, nyaman, adem dan nikmati Jakarta, keliling kemana aja. ☺

Namanya juga anak rantau, liat gedung banyak, tinggi, megah sedikit aja kagum! Jadi daripada dinikmati sama mata sendiri, ini penampakan cerahnya hari itu. Gampang kan bahagia buat anak rantau :D

Foto ini diambil dari jembatan penyebrangan Pluit, Jakarta Barat.

Itu bukan busway tapi itu bus tingkat yang bisa dipakai untuk keliling kota Jakarta, FREE!


Aku pribadi naik bus itu sudah yang ke-3 kalinya, sharing aja kalau dari kalian ada yang mau cobain new experience untuk keliling-keliling Jakarta dengan low budged dianjurkan mencari hari biasa atau weekend tapi di malam hari sekitar jam 6'an, karena lebih senggang dibanding siang.
Tenang meskipun ramai-ramai, tapi penumpang di bus itu tetap dibatasin oleh petugasnya, dan cukup lumayan bisa antri lah orang-orangnya karena ada yang mengatur dari petugas bus.



Panas jalan-jalan akhirnya sebelum masuk ke Kota Tua, beli es potong dulu. Gerobaknya lucu yah, berasa jadul hahaha

                                                                               

Masuk di Kota Tua, sayang waktu itu museum masih pada tutup karena hari pertama lebaran, jadi foto-foto aja di depan gedung-gedung kuno, biar artsy dikit hahaha.
Besoknya di hari ketiga Lebaran aku kembali lagi ke Kota Tua, tapi bersama keluarga, dan bisa masuk Museum Wayang. 

Aku baru tau kalau kita paham sama cerita-cerita wayang, banyak banget nilai-nilai positive yang disampaikan, sayangnya kebanyakan cerita wayang di sekolah-sekolah masuknya di kelas Bahasa Jawa waktu dulu, jadi mau paham susah karena bahasanya susah menurutku. Gak cuma cerita yang kasih nilai bagus, tapi ternyata dari nama-namanya juga mengandung arti yang bagus. .






Sebagai penutup dari blog ke-3 ini, foto ini menjadi ucapan untuk Indonesiaku, Selamat Ulang Tahun ke 72th. Semoga menjadi negara yang berkembang untuk terus memperbaiki diri menjadi lebih baik.


Minggu, 16 Juli 2017

Mie Crueg Lebaran

Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran menjadi moment special bagi umat muslim di Indonesia. Moment ini dirayakan dengan kembalinya mereka ke kampung halaman masing-masing. Gak hanya untuk sekedar melepas rindu, namun moment ini juga dilengkapi dengan saling bersilahturahmi antar keluarga dan kembali memulai lembaran baru dengan hati yang bersih.

Keluarga saya pribadi memang non muslim, tapi secara tidak langsung kita sekeluarga ikut merasakan kemeriahan dan kebahagiaan dari moment Lebaran ini. Moment ini bisa dibilang, menjadi salah satu moment yang aku tunggu setiap tahunnya selain Natal. Buatku, Lebaran berarti libur panjang dan kumpul sekeluarga dengan waktu yang lebih lama dibandingkan Natal.

Selain mengisi libur Lebaran dengan berpergian bersama, sama halnya dengan umat muslim, kami juga mempunyai sebuah tradisi untuk pergi ke makam nenek buyut. Hal ini dilakukan untuk memberikan penghormatan kepada beliau yang dulunya menganut agam muslim selama hidupnya. Kami selalu berangkat pagi-pagi ke Semarang sebelum ibadah shalat ied dimulai, sehingga selesainya dari makam bertepatan dengan selesainya ibadah sholat ied. Jadi, gak ada kata macet di jalan dan desak-desakan saat di pemakaman.

Pulangnya dari makam, kami sekeluarga mempunyai kebiasaan makan mie crueg (mie jorok) yang terletak di parkiran mobil dekat pemakaman. Seharusnya, mie yang merupakan salah satu makanan khas Semarang ini dinamakan Mie Lontong, cuma karena ala ala keluargaku saja jadi berubah nama :P. Satu porsi mie crueg ini, berisi mie kuning, tahu, kecambah, lontong, krupuk gendar (kerupuk dari nasi kering), bawang goreng, dan kuah kecap. 


Enak sih memang, kalau kalian mau coba mie crueg ini bisa mencobanya di Mie Lontong Pak Dhuwur, Semarang (silahkan google), di sini mienya jauh lebih bersih, dan tempat juga lebih memadai, dari segi rasa gak jauh beda kok sama enaknya dengan yang saya makan setiap tahun. 

Jadi kenapa mie jorok? Joroknya karena bisa dibilang, dilihat dari penampakan peralatan makan si bapak penjual, peralatan makan yang disajikan itu sangat dekil dan tampak berkerak, rasanya kotoran di sana sudah bersarang bertahun-tahun sehingga susah untuk dicuci.

Jijik ya?? hahaha Bayangkan saja kalian memasukan sendok itu ke mulut, mungkin ada rasa lain diluar rasa mie karena bercampur dengan karat dan kotoran dari sendok. Tapi tenang, mamaku juga gak kalah niatnya, demi makan mie crueg nan bersih, dia selalu membawa peralatan makan sendiri dari rumah seperti piring, sendok bahkan membawa kecap pribadi dan tak lupa minuman teh sendiri yang dia siapkan pagi-pagi sebelum berangkat ke Semarang.

Dulu sewaktu saya masih SD, mie itu dijual oleh bapak tua pakai pikulan. Kalian tau pikulan gak? Pikulan itu semacan gerobak tapi tidak beroda dan berbentuk seperti timbangan, jadi penjual harus berjalan dan memanggul atau memakul dagangan mereka dengan satu bahu. Karena dilakukan dengan cara memakul maka orang Jawa menyebutnya pikulan.



Jaman itu, si bapak tua selalu berjualan di depan sebuah rumah kecil, yang tidak jelas betul rumah itu berpenghuni atau tidak, yang jelas setiap tahunnya kita ke sana, rumah itu selalu berpenampilan cantik dan rupawan. Rumah itu mempunyai teras yang bersih dan selalu dilengkapi dengan
kursi kuno santai dan sebuah kebun kecil berisi pepohonan yang cukup rindang untuk digunakan sang bapak berteduh sambil berjualan dibawahnya. Penampilan rumah itu, seolah selalu menawarkan siapa saja yang mau menikmati teras asri tersebut secara cuma-cuma dengan pintu gerbangnya yang selalu terbuka lebar. Jadi setiap tahunya, layaknya rumah kedua, kami selalu menikmati teras asri tersebut sambil menikmati mie crueg si bapak.

Biasanya kami makan mie crueg sambil mengobrol santai, apa saja kita obrolin. Jaman itu kami semua masi bersekolah jadi topik yang dibahas masih sekitar cerita-cerita tentang seputar sekolah dari teman-teman yang asik, guru yang menyebalkan, hukuman yang kita dapat, lalu lalu rencana liburan yang akan kita lakukan, dan bercandaan sana sini sampai topik asal yang bisa kami jadikan bahan untuk lelucon.

Tapi beberapa tahun setelah kurang lebih saya kelas 6 SD, bapak tua itu sudah tidak berjualan lagi di depan rumah kedua kami, mungkin beliau sudah meninggal. Jadi kami mencari mie crueg lain yang sampai saat ini, kami menjadi pelanggan setianya setiap tahun. Beda dengan bapak pikulan sebelumnya, kali ini bapak yang berjualan di depan RS. Telogorejo tampil lebih modern karena sudah menggunakan gerobag, dari penampilan dan penyajiannya dia lebih bersih dan rasanya juga lebih enak. Tapi kebiasaan mama membawa perlengkapan makan pribadi serta kecap dan minuman teh dari rumah juga tak pernah hilang sampai sekarang, katanya sih antisipasi supaya kita tidak terkena hepatitis. Apapun itu, yang terpenting kita bisa makan enak sambil ngobrol sana sini J


Terlepas dari cerita itu semua, karena tahun ini aku gak bisa pulang ke rumah. Aku menjadi semakin menyadari, mungkin bukan kelezatan mie crueg itu yang selalu membuatku menunggu Lebaran tiba, tetapi moment kebersamaan itulah yang selalu membuatku kangen dan terus ingin mengulangnya setiap tahun. Rasanya Lebaran sedikit ada yang kurang jika tak melakukan kebiasaan itu.

Moment dimana kami sekeluarga, setelah terpencar dan berjuang di kota masing-masing, bisa kembali pulang ke rumah, duduk santai bersama menikmati makanan sambil mengobrol segudang penuh cerita untuk dibagikan tanpa batasan waktu yang jelas. Tak perlu lagi merasa terbeban dan harus diburu-buru saat mengobrol, karena gak ada lagi yang sedang bekerja atau diburu kerjaan. Itulah penambah bumbu kelezatan mie crueg di hari Lebaran.

Jumat, 30 Juni 2017

Merantau

Yaa, saya adalah salah satu dari sekian banyak orang yang saat ini sedang merantau. Perjalanan merantau saya dimulai sejak duduk di bangku SMA. Mungkin banyak di luar sana yang telah merantau sebelum SMA atau bahkan mempunyai pengalaman yang sama dengan saya?

Saya sendiri merantau masih di sekitar Pulau Jawa Tengah, Timur, dan Jawa Barat. Dari ketiga daerah itu aja keberagaman budaya, gaya hidup, bahasa, rasa makanan dll sudah berbeda-beda. Bagaimana dengan kalian yang sedang atau telah mempunyai pengalaman merantau di luar Pulau Jawa atau bahkan Luar Negeri? Tentunya kalian mempunyai pengalaman seru, unik dan berbeda dengan yang saya alami bukan?

Sedikit cerita, saya berasal dari kota Magelang. Sebuah kota kecil yang bisa dibilang kota berbukit atau terletak di antara bukit. Yaa, karena kota kelahiran saya yang masih cukup sejuk ini rata – rata mempunyai jalan naik turun dan banyak belokan.

Yogjakarta menjadi kota tujuan pertama sekaligus awal dari perjalanan merantau saya. Di kota pelajar ini, saya melanjutkan sekolah di SMA Stella Duce 1, sekolah homogen dimana siswanya menggunakan rok semua alias cewek semua. Aneh? Seru? Kocak? Gila? Semua lengkap saya dapat di sekolah ini.

Jogja juga menjadi kota pertama pengalaman saya merasakan keluar dari rumah dan tinggal di kos. Meski kos saya dijaga oleh om kos yang galak dengan peraturanya yang super ketat, tapi saya sangat menikmati pengalaman pertama saya untuk bisa mengatur dan bertanggung jawab terhadap kehidupan saya sendiri.

Di sini saya juga belajar adaptasi dengan lingkungan dan teman – teman sekolah yang semuanya baru, gak ada teman dekat SMP saya yang juga sama – sama sekolah di  SMA Stece kala itu. Jadi saya harus mencari teman baru di sana dengan bahasa, gaya bergaul, dan budaya yang sedikit berbeda dari Magelang. Hal inilah yang selalu memberi warna di perjalanan merantau saya hingga hari ini, selalu belajar menyesuaikan diri saat berpindah tempat tapi tetap menjaga prinsip – prinsip yang dipegang secara pribadi.

Ada pepatah mengatakan : merantaulah agar kamu tahu bagaimana rasanya rindu dan harus pulang.

Kelihatannya sederhana ya kata – kata itu, karena jarak Jogja-Magelang dapat ditempuh hanya dalam waktu 1 jam saja. Kalau kangen rumah, cukup pesan travel, satu jam kemudian saya sudah bisa kembali mencium sejuknya kota Magelang dan makan masakan rumah.

Lulus dari bangku SMA, saya melanjutkan kuliah di Kota Surabay yang berarti jarak tempuh semakin jauh dari rumah dan orang tua. Untuk pulang ke rumah, saya harus menghabiskan waktu 5-6 jam dengan menggunakan kereta api atau satu jam waktu tempuh menggunakan pesawat. Maka konsekuensinya adalah saya harus keluar lebih banyak biaya jika ingin pulang. Jadi saat kuliah saya hanya pulang 6 bulan sekali saat liburan semester saja.ghgh

Sekarang di usia 24th ini saya berkesempatan merantau dan bekerja di Ibukota. Salah satu kota tujuan impian saya sejak SMA, Ibukota yang terkenal lebih galak dari ibu tiri ini ternyata memang apa adanya begitu. Jakarta membuat waktu terkuras habis!

Selain dari tingkat kemacatean yang luar biasa, pekerjaan berasa gak ada habisnya meski sudah lembur – lembur, dan itu semua membuat waktu istirahat menjadi berkurang.

Tak hanya waktu istirahat berkurang, pola hidup di Jakarta seakan membuat kita susah untuk mempunyai kehidupan di luar pekerjaan. Waktu untuk mengobrol bersama keluarga by phone, atau chatt saja sangat susah, kesibukan juga membuat hubungan dengan kawan lama menjadi terasa renggang karena kurangnnya komunikasi. Mau berkumpul dengan kawan lama yang sekota bahkan tinggal berdekatan aja terasa sulit.

Tapi justru itulah serunya hidup di Jakarta! Berarti kita dituntut untuk lebih bijak lagi dalam membagi waktu dan menentukan prioritas dalam kehidupan kita agar menjadi lebih seimbang. Saya memang masih jauh dari sempurna dalam hal itu, tapi saya mencoba untuk itu.

Itulah pula yang menjadikan hidupmu terasa bewarna, karena kamu masih bisa merasakan naik turunnya roda kehidupan. Menurut saya hidup akan terasa hambar dan datar jika tak ada sesuatu yang membuatmu terus begerak.
Di luar waktu yang terbatas, macetnya lalu lintas dan pekerjaan yang banyak, masih banyak dari Jakarta yang tentunya berpengaruh secara pribadi dalam proses menuju dewasa.
Nantinya di sini, saya ingin berbagi pengalaman apa saja yang saya temukan di Jakarta, dan juga mungkin perbandingan saat saya tinggal di kota – kota sebelumnya. Harapannya, semoga blog ini dapat menjadi sarana saling berbagi hal positif yang bisa bermanfaat. Terlebih yang terpenting semoga dapat terus menulis! Yuk saling berbagi :D